Thursday, May 29, 2008

Dialog Visual Tiga Bersaudara

pengantar :
ketiga orang ini pernah kukenal dekat, apalagi ayahanda mereka, rasa terima kasihku padanya ungkapan atas segala jasa yang telah beliau berikan kepadaku.

Eminx




Rabu, 20 April 2005
Dialog Visual Tiga Bersaudara

Jakarta - Sesosok tubuh tampak berendam di sebuah baskom. Air dan baskom itu berwarna biru. Entah warna biru itu milik siapa--apakah baskom atau air itu. Yang jelas, warna biru itu juga muncul di tubuh lelaki itu. Posisi berendamnya telentang. Wajahnya tampak senang. Mulutnya terbuka menyunggingkan tawa.

Adegan itu muncul pada lukisan Celebration at Least karya Arya Pandjalu. Ia menggambarnya dengan teknik blue print di atas kertas. Teknik ini dilakukannya pada sebagian karyanya yang tengah dipamerkan di Galeri Cemara, hingga akhir April. Dalam pameran bertajuk 3 in 1 (Rupa) itu, Pandjalu berpameran bersama karya dua kakaknya, Hassan Pratama dan Syarief Hidayat.

Hassan sebagai yang tertua, menampilkan 20 karya. Sementara itu, adiknya, Syarief Hidayat, memajang 19 karya dan Arya Pandjalu 11 karya. Total dari masing-masing karya ini mereka pilih sendiri. "Meski setelah itu Pak Setiawan Sabana mengkurasi karya-karya kami dan juga dari pihak Galeri Cemara," kata Syarief Hidayat. Setiawan Sabana, yang disebut Syarief, adalah Dekan Fakultas Seni Rupa dan Design di Institut Teknologi Bandung.

Ide berpameran bersama tiga bersaudara ini termasuk unik. Setelah kepergian ayahanda sekaligus mentor melukis mereka sejak kecil, Tohny Joesoef, pada 2001, ada kerinduan dari ketiganya untuk berpameran bersama. Kesibukan masing-masing membuat mereka jarang bertemu. "Setidaknya dengan pameran bersama ini kami melakukan dialog secara visual dalam satu ruang pamer," ujar Syarief yang lahir di Bandung pada 15 Mei 1968.

Meski bersaudara, dialog visual itu tetap memperlihatkan bagaimana masing-masing individu memiliki kekhasannya sendiri-sendiri. Lihatlah misalnya karya-karya Hassan Pratama. Lelaki kelahiran Bandung, 1 Maret 1964, ini banyak mengeksplorasi gaya geometris dalam warna yang meriah dan penuh tekstur. Gaya goresannya tebal dan sebagian tampak dibubuhi torehan.

Salah satu wujud gaya ini bisa ditemukan di karya Abstraksi Menong 2. Lukisan yang mayoritas dipenuhi warna merah itu memperlihatkan penambahan garis dan guratan di beberapa bagian kotak. Hasilnya, ada sentuhan tekstur etnik seperti lembaran kain.

Sedangkan Syarief memiliki ciri khas ayam jago di semua karyanya. Dengan gaya goresan tebal seperti Hassan, ia merayakan beragam bentuk jago dalam setiap kanvasnya. "Saya sudah hampir 15 tahun membuat lukisan dengan topik jago," kata Syarief. Kecintaannya pada jago ini memiliki maksud. Ia menjelaskan bagaimana ayam jago selalu memberikan tanda akan datangnya pagi kepada dunia. Kebiasaan ayam jago ini menempatkannya sebagai pertanda permulaan hari. "Ditandai dengan terbitnya matahari, maka jago melambangkan semangat dan harapan," kata Syarief.

Simbol-simbol jago ini ditampilkan Syarief dengan berbagai macam gaya dan bentuk. Kadang terlihat realis dan kadang cukup minimalis--hanya garis-garis irit yang membentuk figur ayam. Namun, sebagian besar ia melukiskannya dengan warna meriah, kontras dengan latar belakang, dan cara goresan yang tebal. Seolah menyiratkan semangat yang dimunculkan figur-figur ayam itu.

Permainan simbol ini juga dirangkai Syarief dengan figur lainnya yang juga memiliki makna. Ia menampilkan serangkaian karya berjudul Masa Lalu, yang memperlihatkan setrika sebagai tokoh utama di kanvas itu. Setrika dengan bahan bakar arang itu mengingatkan masa silam. Tapi di balik setiap setrika itu, Syarief menggambar figur ayam. Menurut dia, hal ini mengungkapkan makna bahwa apa pun yang terjadi di masa lalu itu akan tetap menyisipkan semangat dan harapan yang akan tetap terwujud di masa kini atau besok.

Lain lagi dengan Arya Pandjalu yang sebelas karyanya tampil minimalis. Terutama delapan karyanya yang dihasilkan dengan teknik blue print di atas kertas. Citra-citra yang digambarnya unik. Lihatlah misalnya karya Menggantung. Di sana, mahasiswa grafis Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini menggambar dua buah tiang yang menghubungkan sebuah jaring. Di atas jaring terletak sebongkah bulatan-mungkin batu atau telur.

Dari 50 karya ini, bisa dilihat bagaimana secara konsep pameran ini menyajikan sebuah catatan sejarah visual yang ditorehkan tiga kakak beradik sepanjang hidupnya. Meski berada di dalam satu ranah, ada banyak keragaman bentuk, gaya, dan minat yang diperlihatkan dalam karya-karya mereka. f dewi ria utari
 

No comments: